Senin, 02 Mei 2011

Rakyat Tertindas (?)

Currently listening to : My Dear Country by Norah Jones


Tadi sore, setelah reunian sama temen-temen SMP, aku pulang lewat jalan Semeru naik angkot 05. Harusnya sih naik 15 aja, tapi berhubung di belakang PGB gak ada angkot 15, terpaksa deh naik angkot 05 (sekarang udah jadi anak gaul PGB ceritanya).
Waktu masih setengah jalan, tiba-tiba ada 2 orang pengamen dengan punk style masuk ke angkot (kenapa juga ya, sekarang jadi banyak pengamen punk? -___-). Menurut aku sih pengamen yang kayak gitu nyeremin. Mukanya penuh tindikan di tempat yang (menurut aku lagi) gak semestinya. Kayak pengamen yang tadi, tindikannya nembus 2 lubang hidungnya. Bayangin dong, nembus gitu! Ngilu gak sih, liatnya? Cuma yasudahlah, aku gak mau bahas penampilan mereka. Selera orang kan beda-beda, lagian nyeremin itu cuma dari hemat aku aja kok :D


Gak lama, mereka mulai ngamen dengan kalimat pembuka yang agak-agak gimanaaa gitu.
"Selamat sore ibu-ibu sekalian. Izinkanlah kami rakyat tertindas ini untuk bla-bla-bla..."
Kata-kata yang aku bold itulah yang bikin gak enak. Rakyat tertindas? Memang setertindas apa mereka?
Lagu-lagu yang mereka nyanyiin pun gak jauh dari kritik terhadap pemerintah atau terhadap orang-orang yang menurut mereka nggak punya rasa empati.


Memang salah Dil, mereka melabel diri dengan 'rakyat tertindas' dan bikin kritikan-kritikan gitu?
Merekanya sih gak salah, tapi mungkin mindset mereka yang perlu diubah :)


Berikut ini pendapat-pendapat aku kenapa mereka bisa melabeli 'rakyat tertindas' pada diri mereka sendiri :


  1. Lingkungan mendukung.
  2. Sikap pasrah terhadap keadaan.
  3. Sikap nggak (atau belum?) mau merubah diri.


Bukannya mau sok tahu ya, tapi memang itu yang aku lihat dari mereka.
Mungkin berawal dari kekecewaan terhadap pemerintah yang (menurut mereka) nggak bisa melindungi rakyatnya dengan benar. Akibatnya? Mereka jadi harus tinggal di jalanan, ngamen, hidup nomaden (mungkin), dan lain sebagainya.


Nah, di buku Dare For Youth! karya Bapak Timotius Adi Tan dan Bapak Josua Iwan Wahyudi, orang-orang seperti inilah yang terjangkit Virus Gara-Gara. Mereka selalu menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, dan pasrah sama hal-hal yang bikin mereka jadi seperti sekarang. 


"Gara-gara pemerintah gak becus gue jadi begini!"
"Gara-gara pejabat korupsi mulu gue jadi begitu!"
"Gara-gara ini...!"
"Gara-gara itu...!"


Padahal kalau aja mereka gak menyerah sama keadaan, mereka gak mungkin kok, jadi 'rakyat tertindas'.
Padahal kalau aja mereka mau bangkit, gak bakalan kok mereka terus-terusan begini.
Allah swt juga berfirman kan, kalau Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak merubah dirinya sendiri.


Yang ada sekarang, mereka terus-terusan menyalahkan orang di sekitarnya. Kritik-kritik bermunculan lewat lagu yang mereka bawa setiap kali ngamen. Dan bahkan, mereka dengan pasrahnya menamakan diri mereka rakyat tertindas


Menurut aku sendiri, yang namanya 'rakyat tertindas' itu gak ada (apalagi yang kejadiannya sama kayak 2 orang pengamen yang aku ceritain diatas; memberi label yang buruk-buruk pada diri sendiri, errr). Derajat manusia sama semua dimata Tuhan. Gak ada yang berhak menindas atau ditindas. Seterpuruk apapun kamu, Tuhan akan selalu menganggap kamu sama dengan orang-orang yang ada di atas kamu, yang menurut kamu jauh lebih beruntung.


Tapi biarpun begitu, aku tahu kalau mereka orang yang sangat baik. Buktinya, mereka habis-habisan doain aku waktu ngasih uang pas mereka ngamen. Mereka doain aku biar sukses, biar bisa sekolah tinggi... aamiin! :D


Maafkan atas rangkaian paragraf sok tahu yang aku tulis di atas. Semoga kita semua selalu sukses, amin! :)


Oh iya, buat yang lagi butuh motivasi, bisa baca buku Dare For Youth! yang penulisnya tadi udah aku sebut :D 

Recommended book!

Currently listening to : Hear Me Now by Boyce Avenue (gak nyambung gini lagunya -.-)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar