Jumat, 27 Mei 2011

Tiga Tahun

Tanggal 24 Mei kemarin sekolah aku perpisahan. Dan rasanya beda banget sama perpisahan SMP, 3 tahun lalu. Aku yang sebenarnya gak bisa ribet dalam berpakaian, sekarang musti dihadapkan dengan kenyataan kalau aku harus pakai kebaya, songket, wedges, dan wajah yang penuh make up. Kalau soal kebaya dan songket, sebenarnya gak ada masalah. Tapi soal wedges......jadi masalah banget. Malam sebelum perpisahan, aku gak bisa tidur gara-gara wedges yang kebesaran. Bahkan sempet mikir juga buat gak ikut perpisahan cuma gara-gara wedges. Tapi akhirnya aku tetep ikut perpisahan walaupun dengan langkah tertatih-tatih, yang sampai-sampai guru-guru aku nanya, "Dilla abis jatuh di mana?" -___-
Tapi akhirnya aku sukses kok, ikut acara dari awal sampai akhir :D


Bisa dibilang, perpisahan SMA ini jadi perpisahan yang paling berkesan buat aku (setelah perpisahan TK yang gak ada sedih-sedihnya, SD yang gak ngadain perpisahan, dan perpisahan SMP waktu temen aku masih sedikit *sedih*). Tapi bukan perpisahannya aja sih, yang berkesan. Tiga tahunnya juga sangat-sangat jadi pengalaman baru buat aku. Setelah belajar setahun di 10.5 dan dua tahun di IPA 1, aku bisa ngerasain banyak hal. Mulai dari ranking 1 (sampai terakhir jadi ranking 12 -.-), bolak-balik sekolah-puskesmas buat bikin tugas PKLH, nonton konser, nginep, ke Bandung bareng (berdua doang padahal), ke Dufan rame-rame, ke Kidzania sekelas, ngegaul di Starbucks *poke si Mr. SampahAmbisius*, dijailin anak-anak sekelas, musuhan, ulang tahun ke-18, punya sahabat cowok, punya banyak selingkuhan, punya sahabat-sahabat yang super, bikin video project, buka puasa bareng sekelas, di make over, dinangisin cowok-cowok kelas, dan lain-lain sampai akhirnya..............perpisahan.


Sedih? Pasti. Tiga tahun bukan waktu yang singkat buat dilalui dan dilupakan. Apalagi dengan kenangan sebanyak itu. Kalau nggak kuat, pasti bisa bikin resah setiap malam.


Masih terus kerasa dan kebayang deh, waktu peluk-pelukan di akhir acara perpisahan. Kita semua nangis. Kalaupun gak nangis, minimal ngerasa sedih. Masih keingat gimana waktu aku peluk temen-temen sambil nangis-nangis ngerasa akan kehilangan. Masih keingat juga gimana waktu aku baikan sama orang yang selama kurang dari 6 bulan ini sempat musuhan sama aku. Rasanya sedih, tapi lega. 


Semoga tangisan-tangisan 3 hari lalu bukan tangis karena kita benar-benar akan berpisah, tapi karena di depan kita akan ada sesuatu yang lebih baik lagi. Jadi ceritanya terharu gitu :p


Semoga kita semua sukses ya teman-teman! :D

Kamis, 26 Mei 2011

Mengemis Doa

Ketika impian 4 tahun saya harus dilupakan untuk sesuatu yang lebih 'nyata'...
Ketika saya harus melepas Astronomi ITB sebagai cita-cita saya...
Dan ketika saya harus melupakan beasiswa Monbukagakusho yang pernah menjadi semangat dua tahun saya...
Saya akan selalu berdoa serta berharap agar pilihan ini menjadi pilihan terbaik di mata saya, maupun di mataNya...




Doakan saya teman-teman! :)


*btw, judulnya kok dangdut amat, ya? -___-

Selasa, 03 Mei 2011

Conversation

A : Tinggalnya di mana memang?
D : Di kota B.
A : Yang aku juga di kota B.
A : Hmm
D : Hmm
A : Kalau ternyata sama gimana?


September 19, 2009 (1.30 PM)

Senin, 02 Mei 2011

Rakyat Tertindas (?)

Currently listening to : My Dear Country by Norah Jones


Tadi sore, setelah reunian sama temen-temen SMP, aku pulang lewat jalan Semeru naik angkot 05. Harusnya sih naik 15 aja, tapi berhubung di belakang PGB gak ada angkot 15, terpaksa deh naik angkot 05 (sekarang udah jadi anak gaul PGB ceritanya).
Waktu masih setengah jalan, tiba-tiba ada 2 orang pengamen dengan punk style masuk ke angkot (kenapa juga ya, sekarang jadi banyak pengamen punk? -___-). Menurut aku sih pengamen yang kayak gitu nyeremin. Mukanya penuh tindikan di tempat yang (menurut aku lagi) gak semestinya. Kayak pengamen yang tadi, tindikannya nembus 2 lubang hidungnya. Bayangin dong, nembus gitu! Ngilu gak sih, liatnya? Cuma yasudahlah, aku gak mau bahas penampilan mereka. Selera orang kan beda-beda, lagian nyeremin itu cuma dari hemat aku aja kok :D


Gak lama, mereka mulai ngamen dengan kalimat pembuka yang agak-agak gimanaaa gitu.
"Selamat sore ibu-ibu sekalian. Izinkanlah kami rakyat tertindas ini untuk bla-bla-bla..."
Kata-kata yang aku bold itulah yang bikin gak enak. Rakyat tertindas? Memang setertindas apa mereka?
Lagu-lagu yang mereka nyanyiin pun gak jauh dari kritik terhadap pemerintah atau terhadap orang-orang yang menurut mereka nggak punya rasa empati.


Memang salah Dil, mereka melabel diri dengan 'rakyat tertindas' dan bikin kritikan-kritikan gitu?
Merekanya sih gak salah, tapi mungkin mindset mereka yang perlu diubah :)


Berikut ini pendapat-pendapat aku kenapa mereka bisa melabeli 'rakyat tertindas' pada diri mereka sendiri :


  1. Lingkungan mendukung.
  2. Sikap pasrah terhadap keadaan.
  3. Sikap nggak (atau belum?) mau merubah diri.


Bukannya mau sok tahu ya, tapi memang itu yang aku lihat dari mereka.
Mungkin berawal dari kekecewaan terhadap pemerintah yang (menurut mereka) nggak bisa melindungi rakyatnya dengan benar. Akibatnya? Mereka jadi harus tinggal di jalanan, ngamen, hidup nomaden (mungkin), dan lain sebagainya.


Nah, di buku Dare For Youth! karya Bapak Timotius Adi Tan dan Bapak Josua Iwan Wahyudi, orang-orang seperti inilah yang terjangkit Virus Gara-Gara. Mereka selalu menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, dan pasrah sama hal-hal yang bikin mereka jadi seperti sekarang. 


"Gara-gara pemerintah gak becus gue jadi begini!"
"Gara-gara pejabat korupsi mulu gue jadi begitu!"
"Gara-gara ini...!"
"Gara-gara itu...!"


Padahal kalau aja mereka gak menyerah sama keadaan, mereka gak mungkin kok, jadi 'rakyat tertindas'.
Padahal kalau aja mereka mau bangkit, gak bakalan kok mereka terus-terusan begini.
Allah swt juga berfirman kan, kalau Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak merubah dirinya sendiri.


Yang ada sekarang, mereka terus-terusan menyalahkan orang di sekitarnya. Kritik-kritik bermunculan lewat lagu yang mereka bawa setiap kali ngamen. Dan bahkan, mereka dengan pasrahnya menamakan diri mereka rakyat tertindas


Menurut aku sendiri, yang namanya 'rakyat tertindas' itu gak ada (apalagi yang kejadiannya sama kayak 2 orang pengamen yang aku ceritain diatas; memberi label yang buruk-buruk pada diri sendiri, errr). Derajat manusia sama semua dimata Tuhan. Gak ada yang berhak menindas atau ditindas. Seterpuruk apapun kamu, Tuhan akan selalu menganggap kamu sama dengan orang-orang yang ada di atas kamu, yang menurut kamu jauh lebih beruntung.


Tapi biarpun begitu, aku tahu kalau mereka orang yang sangat baik. Buktinya, mereka habis-habisan doain aku waktu ngasih uang pas mereka ngamen. Mereka doain aku biar sukses, biar bisa sekolah tinggi... aamiin! :D


Maafkan atas rangkaian paragraf sok tahu yang aku tulis di atas. Semoga kita semua selalu sukses, amin! :)


Oh iya, buat yang lagi butuh motivasi, bisa baca buku Dare For Youth! yang penulisnya tadi udah aku sebut :D 

Recommended book!

Currently listening to : Hear Me Now by Boyce Avenue (gak nyambung gini lagunya -.-)