Jumat, 04 April 2014

Isi Otak

Dulu sekali, jauh sebelum aku sadar bahwa sedang menghadap kenyataan, aku adalah seorang pemimpi. Aku suka memimpikan apa saja; menjelajah bulan, menjadi Sailor Moon,  berkemah di bawah hamparan bintang dan tinggal di sebuah rumah kecil di kutub utara adalah bagian dari khayalan-khayalanku. Kedengarannya mustahil dan tekesan kekanak-kanakan, tapi itulah aku dengan pikiranku yang bebas.
Tahun 2009, kutuangkan apa yang pernah tinggal dalam imajinasi di sebuah kertas polos. Kusiapkan berbagai spidol aneka warna untuk memperkuat imajinasiku. Di tengah kertas, kugambar sebuah otak, yang kuasumsikan sebagai otakku sendiri. Selanjutnya, kutarik banyak cabang dari sana. Dari setiap cabang kubuat lagi cabang lain, hingga akhirnya aku tak lagi bisa menghitung sudah berapa banyak cabang yang kubuat. Pada setiap ujung garis, kutuliskan satu kata yang menjadi khayalanku.




Aku senang sekali dengan ‘isi otak’ yang baru kubuat. Kutempel ia di dinding kamar dan kupandangi setiap hari. Dengan dada sesak oleh semangat, kusentuh kertas itu dan kuamini apa yang telah kutulis setiap saat aku melihatnya. Aku sangat berharap Tuhan mengabulkan apa yang selama ini menjadi doaku.
Tahun berganti. Waktu mengubahku menjadi pribadi yang lain. Pribadi yang membosankan, yang terlalu peka dengan kenyataan. Perlahan, kulupakan semua yang pernah membuat semangatku menggebu. ‘Isi otak’ itu kubiarkan menjadi pajangan di dinding. Tak ada lagi harapan setiap aku melewatinya, tak ada lagi kata ‘amin’ tiap kali aku menatapnya. Harapanku terlalu mustahil, tak semua mimpi bisa aku wujudkan. Begitu batinku.
Tahun 2014, aku harus meninggalkan rumah. Kubawa semua barang yang kuanggap berharga kecuali kertas itu. Kubiarkan ia menetap di sana, tertempel sendirian di sudut kamar, kepanasan dan kehujanan. Aku lupa bahwa pernah menganggapnya bagian dari semangat hidupku. Sampai akhirnya, kutemukan ia sudah tak lagi seperti dulu.


'Isi otak' lebih memilih untuk ikut melenyapkan dirinya. Ia memilih untuk ikut berubah. Sama sepertiku.