Minggu, 05 Agustus 2012

Kisah Tentang Seorang Gadis Kecil

When she was a child, she was a great dreamer.

Gadis kecil itu menjadi senang terpenjara dalam rumah, tepatnya sejak orangtuanya membawa ia pindah ke daerah lain. Ia tak punya teman. Ia kesepian. Hari-harinya dihabiskan di sekolah dan di dalam rumah; membaca, menonton, membaca, menonton, dan berimajinasi. Ia tidak suka tidur siang, ia tidak suka bermain bersama teman-teman, ia juga tidak suka merengek-rengek pada Mama untuk dibelikan mainan. Baginya; rumah, setumpuk komik, dan sejuta imajinasi adalah surga kecilnya.

Ia menyukai tokoh Usagi dalam serial televisi Sailor Moon. Pipinya seringkali merona tiap menyaksikan adegan romantis antara Sailor Moon dan Tuxedo Bertopeng. Tubuhnya yang mungil dan lincah tak jarang menirukan apa yang Sailor Moon ataupun Usagi lakukan. Ia cinta Usagi dan Sailor Moon. Mereka adalah teman baiknya. Ia-pun minta dibuatkan kostum Sailor Moon pada Mama. Mama membuatkannya, namun pakaian itu jauh dari ekspektasinya. Akhirnya kostum Sailor Moon hanya menjadi pajangan dalam lemari, tak pernah sekalipun ia pakai.

Gadis kecil itu juga berteman dengan Donal, seekor bebek bodoh yang kehidupannya tak pernah jauh dari kata ‘sial’. Ia mencintai Donal. Ia simpatik pada Donal. Tak tega dengan penderitaan Donal, akhirnya ia-pun menulis surat. Surat itu ia buat diam-diam di dalam kamar, tanpa sepengetahuan siapapun. Ia menanyakan kabar Donal, menanyakan hubungannya dengan Desi, juga memintanya untuk bersabar atas kisah cintanya yang tak pernah berjalan mulus dan atas kebahagiaannya yang selalu direnggut oleh Untung Bebek. Di bagian paling bawah surat itu, ia menulis sebuat kalimat penuh cinta dengan huruf kapital dan tulisan yang besarnya tak karuan: I LOVE YOU DONAL!

Doraemon adalah sahabat terbaik gadis kecil yang kesepian itu. Beberapa belas tahun telah ia habiskan untuk mengagumi Doraemon dan kawan-kawannya. Ketika berada di dalam kamar, ia sering membayangkan sedang bersama Doraemon, Nobita, Shizuka, Suneo, Giant, dan Dekisugi. Bukan mustahil kalau tiba-tiba ia terlihat sedang berbicara sendiri, membayangkan bahwa di hadapannya ada tokoh-tokoh rekaan itu, yang sedang bercengkrama bersamanya.

Lelah dengan segala tokoh-tokoh itu, akhirnya si gadis kecil menciptakan sendiri tokoh khayalannya. Ia membuat komik. Sadar apabila gambarannya tak lebih dari sekedar cacing berbentuk, akhirnya ia menulis cerita. Ia menciptakan seorang gadis yang dapat berkunjung ke dunia peri, yang tak lain adalah interpretasi dari dirinya sendiri. Ia bersahabat dengan peri-peri yang ramah dan baik hati. Dunia peri itu sangatlah indah; tanahnya ditumbuhi pohon dan bunga-bungaan berwarna-warni, langitnya biru tanpa awan, sungainya yang bening berisi ikan mengalir hingga ke penjuru pulau, bukit-bukit indah seperti dalam dunia Teletubbies, dan matahari juga bulan yang dapat berbicara. Gadis kecil itu mencintai dunia barunya. Pagi, siang, dan malam ia habiskan untuk mengatur tokoh ciptaannya. Ia tidak pernah merasa sepuas ini.

***
Beberapa belas tahun kemudian, gadis kecil itu sedang mematung di hadapan layar laptop-nya. Ia membelah otaknya menjadi dua untuk mengorek sisa-sisa kenangan yang kiranya masih tersimpan di sana. Ia rindu hidup dalam imajinasi dan merasa bahagia akan itu. Ia rindu tak merasa kesepian walaupun hari-harinya hanya dihabiskan bersama para tokoh khayalan. Tak terasa air mata jatuh di pipinya. Ia kesepian. Ia masih merasa kesepian.

Jumat, 03 Agustus 2012

Delapan Tahun Lalu

16-22 Oktober 2004

Delapan tahun lalu, yang ada di mataku hanyalah selang-selang transparan penyambung nyawa, gaun manis berwarna biru, dan wajah penasaran orang-orang yang menganggapku seekor ikan langka dalam akuarium.

Delapan tahun lalu, yang ada di telingaku hanyalan suara dengkuran pria di penghujung nyawa, suara kesibukan khas ruangan putih beraroma kematian, dan suara bising kotak kecil yang menandakan bahwa jantungku masih berfungsi.

Delapan tahun lalu, yang ada di hatiku hanyalah Tuhan, keputusasaan, dan rintihan terpendam.

Jangan datang lagi ya, GBS?

Sabtu, 14 Juli 2012

Cerita Tentang Waktu

Time makes pain.

Itu kalimat yang akhir-akhir ini sering muncul dalam kepala saya. Waktu seringkali membuat saya merasa sakit oleh hal-hal yang telah maupun akan terjadi. Saya tidak dapat memahami apakah rasa sakit ini timbul akibat diri saya yang terlalu sensitif, ataukah memang waktu itu sendiri yang senang sekali membuat perih.

Efek waktu yang paling saya rasakan adalah orang-orang yang hilang dan muncul dalam kehidupan saya saat ini. Waktu-lah yang membuat mereka terlihat begitu rumit di mata saya. Waktu juga yang membuat mereka tiba, pergi, dan kembali. Baik dengan atau tanpa alasan.

Beberapa malam ini saya jadi terbiasa memikirkan hal-hal yang telah saya alami dan saya rasakan, baik yang penting maupun tidak. Kadang saya tertawa sendiri saat menemukan kenyataan bahwa orang yang dulunya sangat dekat dengan saya tiba-tiba pergi dan menjadi orang asing. Kerap kali saya juga terluka ketika mengingat sedekat apa saya dengan orang itu dulu. Saya dan dia (atau mereka) pernah menjadi satu bagian yang saya pikir mustahil untuk dipisahkan. Kami telah menyatu. Kami telah sangat dekat, teramat dekat. ‘Perpisahan’ dan ‘menjadi asing’ adalah dua kata yang mustahil terjadi menurut saya saat itu.

Tapi orang memang akan selalu berubah seiring berjalannya waktu.

Iya, time makes pain. Dan akan selalu begitu.

Jumat, 22 Juni 2012

Mati Menanti

Menit berkisah
Inginkan ia berkesah
Menghempas murka
Merajam duka

Denting di dada akan selalu mengakar
"Terlalu lama!" bibirnya bergetar

"Ruang, lekaslah terbelah!"
"Waktu, lekaslah terpanah!"

Sayang, cerita akan menjadi cerita
Tertinggal, dan
terlupa


Bogor, 22 Juni 2012

Kamis, 29 Maret 2012

Random Story (2)

…..“Semua akan baik-baik saja”, desahmu sambil meraih jemariku. Aku terpaku, merasakan hangat yang tiba-tiba saja menyeruak di pipi.
Kau mengelus ibu jariku, mencoba menenangkan aku.
“Semua akan baik-baik saja?” aku mengulang pernyataanmu, menjadi sebuah pertanyaan. Engkau  mengangguk dan tersenyum. Hatiku spontan menggumamkan sesuatu, “Kau harus tahu, bahwa senyummu akan menjadi senyuman yang selalu membayangi pikiranku.”
Tiba-tiba saja kau mengangkat jemariku, meletakannya di dadamu.
“Tolong, sentuh hatiku.” Desahmu, lagi. Kemudian kau kecup mereka. Jantungku berdebar keras tanpa kuminta.
Kau menggenggam erat tanganku, dengan sorot mata yang menyatakan bahwa kau sangat mengharapkanku.
Namun semakin lama kau genggam, semakin sakit pula yang kurasakan. Kau menggenggamnya terlalu erat, aku tak kuasa melawan.
Kuperhatikan sorot matamu yang menajam, hingga akhirnya berubah kejam. Ke mana sorot mata lembut yang baru saja kulihat?
Mendadak kau hempaskan jemariku, kau dorong tubuhku.
Kau pergi, berlari kencang menjauhi aku. Kupanggil namamu, namun kau tak juga berbalik dan kembali.
Dirimu berubah menjadi balutan waktu, sedang aku tak dapat meraihmu.
…..

Rabu, 28 Desember 2011

Cerita Hari Selasa

Hello. Long time no ketik-ketik ya. Dan hari ini aku kangen buat ngetik-ngetik di sini lagi. Dan tiba-tiba juga aku lagi ingin cerita tentang kisah di hari Selasa, 20 Desember 2011, tepat seminggu yang lalu.


Jadi, tepat pada seminggu yang lalu itu sebenarnya aku punya rencana buat sehari penuh. Kalau dirinci kira-kira rencananya kayak gini:


07.00-08.40 : Praktikum matematika bisnis.
08.40-11.00 : Cari-cari bahan buat tugas di perpustakaan.
11.00-12.40 : Kuliah matematika bisnis.
13.00-14.30 : Ke peternakan kelinci buat nyelesain tugas praktikum.
14.30-17.00 : Praktikum ekonomi umum.
17.00-18.00 : Hedon sebentar di mall deket kampus (berhubung besokannya udah libur).




Kenyataannya


07.00-08.40
Seperti biasa, di hari terakhir kuliah-pun dosen yang paling baik sekampus ini datang telat. Praktikum yang harusnya dimulai pukul 07.00 jadi dimulai pukul setengah delapan lewat. Akhirnya terbersitlah pikiran buat pergi ke peternakan kelinci setelah praktikum, yaitu sekitar pukul 9 kurang. Tapi, baru aja aku berpikir kayak gitu, tiba-tiba Bapak Dosen bilang, "Di jam kuliah nanti kita kuis ya!"
Okay, nggak terlalu masalah sih, soalnya pergi ke peternakan setelah praktikum matematika bisnis nggak pernah masuk dalam rencana awal. Tapi sayangnya, praktikum hari itu diakhiri pada pukul 08.40 lebih, meleset dari dugaan.
Akhirnya rencana pertama gagal.


08.40-11.00
Sebenarnya kalau rencana yang ini nggak terlalu penting buat diceritain. Soalnya, setelah makan di kantin aku jadi lupa buat nyari bahan buat tugas di perpustakaan. Ujung-ujungnya aku malah pergi ke masjid dan tidur-tiduran di sana.
Rencana kedua gagal.


11.00-12.40
Ternyata kuis matematika bisnisnya susah banget. Lebih susah dari UN Matematika SMA tahun kapanpun. Jadi kuis hari itu pun diakhiri pada pukul 13.00.
Rencana ketiga gagal.


13.00-14.30
Setelah keluar kelas, aku baru tahu kalau ternyata siang itu lagi hujan deras. Karena dirasa nggak mungkin buat nyelesain tugas dengan kondisi hujan dan waktu yang mepet-mepet kayak gini, akhirnya pergi ke peternakan-pun batal.
Empat rencana gagal.


14.30-17.00
Aku pikir klimaks dari cerita di tanggal 20 Desember ada di bagian ini. Setelah diwanti-wanti sama komti buat dateng ke kelas praktikum ekum tepat pukul 14.30, akhirnya aku udah sampai di kelas kurang dari pukul 14.30. Aku kira Bapak Dosen juga bakal datang tepat pukul segitu. Ternyata beliau baru datang sejam kemudian, yaitu pukul 15.30. Yaah, nggak masalah (lagi) sih. Soalnya dosen yang ini juga terbiasa ngaret.
Dan seperti biasa, praktikum ekum hari itu diisi dengan kuis.
Sebelum kuis, aku sengaja ngambil tempat duduk di barisan ketiga. Bukan karena takut ketahuan nyontek kalau duduk di depan, tapi lebih karena dosen yang satu ini suka banget nanya-nanya ke mahasiswanya. Tapi nasib, ternyata dua barisan di depan aku kosong, nggak ada yang ngisi. Akhirnya aku dan temen-temen yang sebarisan disuruh buat pindah ke barisan paling depan sama Bapak Dosen. Aku kebagian di tempat paling pojok dekat tembok. Dari SMA, aku udah tahu kalau yang duduk di tempat paling pojok barisan paling depan atau paling belakang pasti hampir selalu jadi sasaran guru atau dosen. Tapi untungnya di sebelah aku ada Doddy yang berbadan cukup besar. Seenggaknya dia bisa ngehalangin aku dari mata mahasiswa sekelas kalau-kalau aku ditunjuk dosen dan ternyata nggak bisa jawab.
Akhirnya kuis hari itu berlangsung damai. Yang nggak damai adalah waktu bagian pembahasan kuis. Seperti yang udah aku duga, mahasiswa yang duduk di tempat paling pojok pasti jadi sasaran. Ternyata bener, aku yang waktu itu tiba-tiba sakit perut ditanya dosen dan ngejawab dengan jawaban yang salah. Sebenernya nggak akan jadi suatu hal yang bikin kesel kalau masalah selesai sampai di situ. Tapi ternyata Bapak Dosen yang satu ini terus-terusan nunjuk aku yang-lagi-sakit-perut-dan-belum-solat-ashar-padahal-udah-jam-setengah-enam-sore tiap kali masuk ke materi yang ada sangkut pautnya sama yang beliau tanya tadi. Rasanya........mau nangis.
Akhirnya praktikum beres pukul enam kurang. Selesai praktikum, aku dan temen-temen yang juga ngejar waktu solat langsung lari-lari ke mall sebelah kampus.Oh iya, kenapa harus solat di musholla mall? Karena merupakan suatu hal yang mustahil untuk solat di musholla kampus pada jam segitu. Intinya, musholla di kampus aku gelap, sepi, dingin, serem, dan udah terlalu banyak kejadian mistis di sana. Jadi solat di musholla mall dirasa lebih aman dan nyaman dibanding solat di kampus.


17.00-18.00
Seperti yang udah dijelasin di atas, ternyata praktikum selesai pukul enam kurang. Jadi, mau nggak mau hedon-pun digagalkan.




Moral of the story: Bikin rencana itu memang perlu, tapi nggak usah terlalu detail dan terlalu yakin karena sebenarnya masa depan itu selalu belum jadi milik kita.