When she was a child, she was a great dreamer.
Gadis kecil itu menjadi senang terpenjara dalam rumah, tepatnya sejak
orangtuanya membawa ia pindah ke daerah lain. Ia tak punya teman. Ia
kesepian. Hari-harinya dihabiskan di sekolah dan di dalam rumah;
membaca, menonton, membaca, menonton, dan berimajinasi. Ia tidak suka
tidur siang, ia tidak suka bermain bersama teman-teman, ia juga tidak
suka merengek-rengek pada Mama untuk dibelikan mainan. Baginya; rumah,
setumpuk komik, dan sejuta imajinasi adalah surga kecilnya.
Ia menyukai tokoh Usagi dalam serial televisi Sailor Moon. Pipinya
seringkali merona tiap menyaksikan adegan romantis antara Sailor Moon
dan Tuxedo Bertopeng. Tubuhnya yang mungil dan lincah tak jarang
menirukan apa yang Sailor Moon ataupun Usagi lakukan. Ia cinta Usagi dan
Sailor Moon. Mereka adalah teman baiknya. Ia-pun minta dibuatkan kostum
Sailor Moon pada Mama. Mama membuatkannya, namun pakaian itu jauh dari
ekspektasinya. Akhirnya kostum Sailor Moon hanya menjadi pajangan dalam
lemari, tak pernah sekalipun ia pakai.
Gadis kecil itu juga berteman dengan Donal, seekor bebek bodoh yang
kehidupannya tak pernah jauh dari kata ‘sial’. Ia mencintai Donal. Ia
simpatik pada Donal. Tak tega dengan penderitaan Donal, akhirnya ia-pun
menulis surat. Surat itu ia buat diam-diam di dalam kamar, tanpa
sepengetahuan siapapun. Ia menanyakan kabar Donal, menanyakan
hubungannya dengan Desi, juga memintanya untuk bersabar atas kisah
cintanya yang tak pernah berjalan mulus dan atas kebahagiaannya yang
selalu direnggut oleh Untung Bebek. Di bagian paling bawah surat itu, ia
menulis sebuat kalimat penuh cinta dengan huruf kapital dan tulisan
yang besarnya tak karuan: I LOVE YOU DONAL!
Doraemon adalah sahabat terbaik gadis kecil yang kesepian itu.
Beberapa belas tahun telah ia habiskan untuk mengagumi Doraemon dan
kawan-kawannya. Ketika berada di dalam kamar, ia sering membayangkan
sedang bersama Doraemon, Nobita, Shizuka, Suneo, Giant, dan Dekisugi.
Bukan mustahil kalau tiba-tiba ia terlihat sedang berbicara sendiri,
membayangkan bahwa di hadapannya ada tokoh-tokoh rekaan itu, yang sedang
bercengkrama bersamanya.
Lelah dengan segala tokoh-tokoh itu, akhirnya si gadis kecil
menciptakan sendiri tokoh khayalannya. Ia membuat komik. Sadar apabila
gambarannya tak lebih dari sekedar cacing berbentuk, akhirnya ia menulis
cerita. Ia menciptakan seorang gadis yang dapat berkunjung ke dunia
peri, yang tak lain adalah interpretasi dari dirinya sendiri. Ia
bersahabat dengan peri-peri yang ramah dan baik hati. Dunia peri itu
sangatlah indah; tanahnya ditumbuhi pohon dan bunga-bungaan
berwarna-warni, langitnya biru tanpa awan, sungainya yang bening berisi
ikan mengalir hingga ke penjuru pulau, bukit-bukit indah seperti dalam
dunia Teletubbies, dan matahari juga bulan yang dapat berbicara. Gadis
kecil itu mencintai dunia barunya. Pagi, siang, dan malam ia habiskan
untuk mengatur tokoh ciptaannya. Ia tidak pernah merasa sepuas ini.
***
Beberapa belas tahun kemudian, gadis kecil itu sedang mematung di
hadapan layar laptop-nya. Ia membelah otaknya menjadi dua untuk
mengorek sisa-sisa kenangan yang kiranya masih tersimpan di sana. Ia
rindu hidup dalam imajinasi dan merasa bahagia akan itu. Ia rindu tak
merasa kesepian walaupun hari-harinya hanya dihabiskan bersama para
tokoh khayalan. Tak terasa air mata jatuh di pipinya. Ia kesepian. Ia
masih merasa kesepian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar