Bagiku, ketakutan dan kepatuhan adalah buah dari cinta. Ketika seseorang terlalu enggan untuk sekedar membuang sampah sembarangan, itu berarti ia cinta pada tanah yang kini ia pijak. Ketika seseorang tak kuasa untuk berkata lancang pada wanita yang telah melahirkannya, artinya cinta pula yang terwujud di sana.
Semua terbentuk dari cinta, semua terlahir dari seonggok rasa bernama cinta.
Aku pernah berpikir dalam-dalam tentang rasa cintaku pada Tuhan. Bagaimana mungkin aku mencintai sesuatu yang tak pernah kulihat dan kusentuh?
Cintaku biasa tumbuh pada apa-apa yang wujudnya sampai di panca indera. Saat terlahir ke dunia, makhluk yang pertama kali aku raba adalah Ibu. Aku pun mencintai dirinya. Saat mata dan telingaku sudah mulai berfungsi, aku dapat melihat sorot kasih sayang dari mata Ayah yang sedang mendekapku, aku juga dapat mendengar nyanyian sumbang Kakak yang sedang berusaha membuat tangisanku mereda. Saat aku sudah nyaris dewasa, aku pun masih merasakan cinta. Cinta yang sama, yang muncul karena aku dapat melihat dan mendengar.
Lalu bagaimanakah rasanya mencintai tanpa dapat meraba? Apakah rasanya cinta tanpa pandangan dan pendengaran?
Terkadang pikiranku kabur, tenggelam dalam lautan kalut yang tak berdasar. Aku selalu mengucap nama Tuhan, aku selalu mengatakan bahwa aku mencintai-NYA, tapi di saat yang sama semesta menyudutkan diriku, bertanya sampai bergema tanpa usai, "Benarkah yang kamu katakan?"
Cinta itu melahirkan ketakutan dan kepatuhan, kataku. Kataku pula, aku mencintai Tuhan atas segala yang telah Dia beri; napas, kebahagiaan, keluarga, hidup...
Tapi aku tak tahu, bagaimanakah yang kusebut sebagai cinta itu apabila Dia mencabut segala yang selama ini aku nikmati. Masihkah aku mengatakan bahwa aku mencintai-NYA? Masihkah aku takut? Masihkah aku patuh?
Ya Allah, cintailah aku, ampunilah dosa-dosaku...Aku terus mengutip doa Nabi Ibrahim setiap kali salatku usai. Aku terus meminta agar Dia membalas cintaku, sedang aku sendiri masih mempertanyakan cintaku pada-NYA. Lucu. Harusnya aku malu.
kadang aku juga merasakan kegelisahan yang sama
BalasHapusNamanya juga manusia :)
BalasHapus